Salam hangat, Marree.

Suatu hari, ada seorang wanita berparas cantik, anggun bak seorang putri raja, wanita itu bernama Marree. Ia tinggal di sebuah rumah kayu kecil di ujung bukit pedesaan. Orang-orang seisi desa mengenalnya, wanita bijaksana, itulah sebutan untuk Marree.

Segalanya berjalan lancar seperti biasa, kegiatan Marree sebagai penulis rumahan, berbelanja kebutuhan rumah, dan sesekali berkeliling desa. Wanita anggun dan rupawan, dengan tatanan rambut cepol tertata rapih, gaun sederhana dengan warna cerah dan wangi khas seperti putri raja. 

Hingga suatu malam, badai menghadang, angin bertiup kencang, hasil kebun para warga habis berhamburan. Marree duduk dengan anggun, menghadap jendela. Tempat kesukaannya untuk melihat kerumunan para warga.

Hari-hari selanjutnya berjalan seperti biasa, para warga berharap tak ada badai lagi untuk hari ini, esok dan seterusnya. Berbeda dengan marree, ia selalu memohon kepada semesta, untuk turunkan hujan dan gerakkan badai. Iya, Marree yang bijaksana.

Malam selanjutnya, ternyata badai datang lagi memporak porandakan desa nya. Badai yang lebih dahsyat. Warga kalang kabut menyelamatkan hasil kebun nya. Tapi Marree, duduk dengan anggun di kursi kesukaannya, menghadap jendela, memegang anggur buatannya. Sesekali menenggak sambil tersenyum. 

Ternyata warga semakin meriah di bawah sana, Marree pun beranjak dari kursi, menuju kotak musik kuno miliknya. Tak lama, musik klasik pun terdengar mengisi seisi ruang, lampu bohlam yang hangat, anggur di genggamannya. Marree menari, berdansa dengan anggun sembari menyinggungkan senyum simpul, sesekali meneguk anggur yang ia pegang. Bukan main, Marree memang wanita anggun.

Keesokan harinya, terdengar berita, bahwa yang menyebabkan badai berkepanjangan ini adalah seorang penyihir. Si Tanpa Suara. Itu sebutan penyihir dari warga desa. Berita itu tersebar ketika Marree sedang berkeliling desa sembari membagikan dongeng buatannya  kepada warga desa. Dongeng yang sudah lama ia tulis dan berjanji akan membagikannya pada warga desa jika sudah selesai. Dongeng istimewa Marree yang berjudul, Gadis Bisu Seribu Bahasa. 

Ternyata tulisan Marree dapat melupakan keresahan warga tentang Si Tanpa Suara. Warga pun berkumpul dan membaca cerita itu, sesekali mendongeng untuk anak-anaknya walaupun belum waktu tidur. Marree pun kembali ke rumah nyamannya, menaiki bukit dengan senyum simpul, Marree senang.

Suatu malam, ada seorang wanita mendatangi rumah Marree, namanya Plaz. Marree pun menyambutnya dengan ramah dan antusias. Mereka duduk saling berhadapan di ruang tengah, gaya duduk mereka sangat berbeda. Plaz seperti sedang memaksa menjadi anggun, tentu saja ia tak cocok. Mereka saling meneguk anggur buatan Marre, lalu Plaz pun bertanya 

"Marree, kenapa kau tak pernah risau ketika badai datang?" 

Marre menatapnya dengan senyuman, "Tak ada yang harus ku risaukan, Plaz. Rumah ini hanyalah rumah, tak ada hasil kebun yang ku simpan" jawab Marre, dan melanjutkan tegukan anggurnya.

Plaz tampak menyelidik, lalu ia lanjut bertanya "Tapi Marree, kau sendirian di atas bukit kecil ini, badai adalah badai. Tapi seakan akan di sini tak pernah terjadi apa apa." 

Marree menatap Plaz, tersenyum simpul, dan menjawab "Bukit ini terlalu tinggi untuk di loncati menuju pemukiman warga bukan?" senyumnya merekah memperlihatkan gigi putih bersihnya.

Marree tau, Plaz sedang menyelidiknya, makanya ia datang ke rumah Marree.

Plaz masih terdiam, terlihat bingung

"Habiskan, Plaz. Tak baik bila tersisa" ucap Marree dengan tatapan menuju anggur yang di pegang Plaz sembari tersenyum ramah.

Plaz pun merasa dugaan anehnya salah, maka ia menenggak habis anggur yang di pegangnya. Anggur buatan Marree terlalu nikmat untuk diminum.

Setelah kejadian itu, Plaz menghilang entah kemana, layaknya matahari yang terbenam dan tak pernah terbit. Warga desa tak ada yang tau kemana perginya Plaz. 

Malam itu pun, Marree berdansa dengan anggun dialuni musik klasik koleksinya, tentu saja, dengan anggur kesukaannya juga. Marree menengok jendela, dan berkata "Desa ini terlalu kecil untuk merayakan kehilangan, tapi akan sangat menyenangkan jika semua ikut menghilang" senyum Marree pun merekah, dan sekali meneguk anggur yang ada di tangannya, "Semoga waktu tetap pandai dengan tugasnya"  sambung Marree. 

itulah Marree, wanita bijak yang anggun, tuan putri dari desa tersebut, yang di agungkan. Warga terlalu kesilauan dengan cahaya Marree. terlalu.

Comments

Popular Posts